Jumat, 09 Maret 2012

Pengertian Dan Dalil Mencuri





HUKUM YANG DIBUAT OLEH ALLOH SWT
( AL QUR'ANUL KARIM )

Pengertian dan Dalil Mencuri
Pengertian Mencuri :
arti mencuri, mungkin kita perlu bagi pencurian menjadi dua golongan, yaitu: pencurian secara aktif dan pencurian secara pasif.

Pertama, pencurian secara aktif. Apa maksudnya? Pencurian secara aktif adalah tindakan mengambil hak milik orang lain tanpa sepengetahuan si pemilik .

Kedua, pencurian secara pasif. Apa maksudnya? Bila pencurian secara aktif berarti tindakan mengambil hak milik seseorang, maka pencurian secara pasif berarti tindakan menahan apa yang seharusnya menjadi miliknya orang lain.

Laknat Tuhan akan turun bila para pencuri dibiarkan leluasa melakukan kejahatannya. Menurut hukum Tuhan, bila pencuri-pencuri itu masih ingin hidup, maka mereka harus mengembalikan apa yang mereka ambil .Berikutnya menyebutkan bahwa bila seekor kambing atau sapi dicuri, maka pencurinya harus membayar kembali lima sapi dan empat kambing. Bagaimana kalau ia tidak mampu membayar? Maka, si pencuri itu harus dijual sampai hutangnya lunas,atau hukuman yang lebih berat, yaitu mengembalikan tujuh kali lipat. Dan bahkan, ada pencurian yang berujung pada hukuman mati. Intinya, sekali lagi, Alkitab sering mengulang-ulang perintah jangan mencuri. Tentunya, hal ini menandai betapa seriusnya Tuhan akan dosa yang satu ini.

Dalil Mencuri :
                              
1)      dari Ibnu Umar r.a berkata, “Beliau (Rasulullah) memotong tangan pencuri karena mencuri perisai (baju besi) seharga 3 dirham” (Al Bukhari dalam Al Hudud no.6796 dan Muslim dalam Al Hudud no.1686/6)
2)      dari Aisyah r.a, Nabi bersabda, “Tangan harus dipotong karena mencuri ¼ dinar atau lebih” (redaksi Al Bukhari dalam Al Hudud no.6789).  redaksi Muslim dalam Al Hudud no.1684/2, “Tangan pencuri tidak dipotong melainkan karena mencuri ¼ dinar atau lebih.
3)      Nabi bersabda, “Potonglah karena mencuri ¼ dinar, dan jangan potong karena mencuri kurang dari itu.” (Al Bukhari dalam Al Hudud no.6791)
4)      dari Rafi’ bin Khudaij menuturkan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: tidak ada hukum potong karena mengambil buah-buahan, begitu pula tandan kurma.” (HR. Ahlus Sunan, Abu Dawud dalam Al Hudud no.4388, dan At Tirmidzi dalam Al Hudud 1449).
5)      dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia menuturkan, “Aku mendengar dari Muzainah bertanya pada Rasulullah. Katanya, “Wahai Rasulullah, aku datang kepadamu untuk bertanya tentang unta yang tersesat. Beliau menjawab: unta itu membawa sepatunya dan membawa tempat minumnya, ia memakan dedaunan dan meminum air. Biarkanlah ia (jangan diambil) sampai orang yang mencarinya mendapatkannya.

6)      Ia bertanya: Bagaimana dengan kambing-kambing yang tersesat? Beliau menjawab: Untukmu, untuk saudaramu, atau untuk serigala. Kumpulkan kambing-kambing itu sehingga orang yang mencarinya datang. Ia bertanya: Lalu bagaimana dengan hewan yang diambil dari tempat gembalaannya? Beliau menjawab: Ia harus membayarnya dua kali lipat dan dihukum cambuk. Sedangkan apa yang diambil dari tempat derum unta, maka ia harus dipotong. Apabila yang diambil mencapai harga perisai (1/4 dinar).
7)      Ia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana hukum buah-buahan dan apa yang diambil dari tangkainya? Beliau menjawab: Barangsiapa yang mengambil darinya dengan mulutnya dan tidak mengantonginya, maka tidak ada hukuman atasnya. Dan barangsiapa yang membawanya, maka ia harus membayarnya dua kali dan dihukum cambuk. Apa yang diambil dari penjemurannya (tempat pengeringan biji kurma dan gandum), maka ia dipotong apabila yang diambil mencapai harga perisai. Bila tidak mencapai harga perisai, maka ia membayar denda dua kali lipat dan beberapa kali cambukan.” (HR. Ahlus Sunan, tetapi ini redaksi An-Nasa’I, Abu dawud dalam Al Hudud no.4390; dan an-Nasa’i dalam Qath’ as-Sariq no. 4959.)
8)      Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-Ma’idah:38-39)
Dari dalil-dalil diatas, saya memahami bahwa seseorang bisa dianggap sebagai pencuri dan dikenai hukum potong tangan apabila pencurian dilakukan pada tempat penyimpanan dan telah mencapai nishab (1/4 dinar, 1 dinar = 4.25 gr emas murni(=1,0625 gr emas murni atau kalau sekarang ( 1gr emas murni 99% =  + Rp. 450.000  Awal Pebruari Tahun 2012 )

Sumber : winya-comunity.blogspot.com





Pengertian Khamar


Pengertian Khamar 

KHAMAR
Khamar berasal dari bahasa Arab artinya menutupi. Jenis minuman yang memabukkan (menutupi kesehatan akal). Sebagian ulama seperti Imam Hanafi memberikan pengertian khamar sebagai nama (sebutan) untuk jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak sampai mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih kembali. Sari dari buih itulah yang mengandung unsur yang memabukkan. Ada pula yang memberi pengertian khamar dengan lebih menonjolkan unsur yang memabukkannya. Artinya, segala jenis minuman yang memabukkan disebut khamar.

Islam memandang khamar sebagai salah satu faktor utama timbulnya gejala kejahatan, seperti menghalangi seseorang untuk berzikir kepada Allah SWT, menghalangi seseorang melakukan shalat yang merupakan tiang agama, menghalangi hati dari sinar hikmah dan merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu, khamar baik secara esensi maupun penggunaannya, diharamkan secara qath’i (yakin) dalam Alquran maupun sunah Nabi SAW. Tetapi karena pada awal Islam khamar telah menjadi kebiasaan atau bagian hidup masyarakat Arab, maka pelarangannya dilakukan secara bertahap.

Pertama, Umar bin Khattab, Mu’adz bin Jabal dan sekelompok sahabat bertanya kepada Nabi SAW tentang khamar. Kemudian turunlah wahyu yang dinyatakan dalam Alquran pada surat Al-Baqarah ayat 219 yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…’’ Pada ayat ini belum ada larangan karena kandungan ayat tersebut hanya berupa informasi yang menyebutkan dosa khamar lebih besar dari pada manfaatnya.

Kedua, tertera dalam surat al Maidah ayat 90 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.’’ Dalam ayat ini, manusia dituntut untuk meninggalkan minum khamar, karena hal ini termasuk perbuatan keji atau perbuatan setan.

Ketiga, ketika ada seorang mabuk akibat meminum khamar yang mengerjakan shalat dan membaca surat Al Kafirun secara berulang-ulang tetapi tidak benar, maka turun wahyu yang tercantum dalam surat An-Nisa ayat 43 yang artinya, “Hai orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…’’ 

Khamar yang memabukkan itu disebut induk kejahatan karena orang yang mabuk akan hilang kendali kesadarannya. Oleh karena itu, meminum khamar termasuk salah satu dosa besar. Hal ini disebutkan dalam hadis riwayat Tabrani dari Abdullah bin Umar yang artinya, “Khamar adalah ibu kejahatan dan terbesar dosa-dosa besar dan barangsiapa meminum khamar, maka akan meninggalkan salat dan terjatuh (menggauli) ibu dan bibinya.’’ 

Nabi SAW juga menggambarkan orang yang meminum khamar ibarat orang yang menyembah berhala, artinya telah hilang Islamnya. (HR Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Karena besar dosa akibat minum khamar, maka yang mendapat laknat atau hukuman bukan saja orang yang meminum khamar, tapi juga pihak yang terlibat dengan khamar, seperti orang yang menghidangkan, menjual, memasok, membuat, mengusahakan dan yang menikmati hasil penjualan khamar.

Adapun hikmah mengapa diharamkan minum khamar, antara lain untuk menjaga kebutuhan primer yang bersifat daruri yaitu, agama, akal, harta, kehormatan dan keluarga. Karena jika seseorang telah kecanduan minum khamar, maka kelima hal di atas berantakan. 

Sumber : winya-comunity.blogspot.com


Pengertian Berzina dan Dalilnya

Berzina

Pengertian Berzina :
Zina bisa dipilah menjadi dua macam pengertian, yaitu pengertian zina yang bersifat khusus dan yang dalam pengertian yang bersifat umum. Pengertian yang bersifat umum meliputi yang berkonsekuensi dihukum hudud dan yang tidak. Yaitu hubungan seksual antara laki-laki dan wanita yang bukan haknya pada kemaluannya. Dan dalam pengertian khusus adalah yang semata-mata mengandung konsekuensi hukum hudud.

Zina Dalam Pengertian Khusus


Sedangkan yang dalam pengertian khusus hanyalah yang berkonsekuensi pelaksanaan hukum hudud. Yaitu zina yang melahirkan konsekuensi hukum hudud, baik rajam atau cambuk. Bentuknya adalah hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang mukallaf yang dilakukan dengan keinginannya pada wanita yang bukan haknya di wilayah negeri berhukum Islam.

Untuk itu konsekuensi hukumya adalah cambuk 100 kali sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem :

Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)

Sedangkan Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada kemaluan wanita yang bukan haknya (bukan istri atau budak) tanpa syubhat atau disengaja.

Sedangkan As-syafi’iyyah mendefiniskan bahwa zina adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.

Dan Al-Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang dilakukan pada kemaluan atau dubur.

Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada beberapa syarat penting yang harus dipenuhi antara lain :
  1. Pelakunya adalah seorang mukallaf , yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.
  2. Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.
  3. Dilakukan dengan manusia yang masih hidup. Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
  4. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita . Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.
  5. Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita.
  6. Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal , yaitu di negeri yang adil atau darul-Islam. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud.

Zina Dalam Pengertian Umum

Zina tangan, mata, telinga dan hati merupakan pengertian zina yang bermakna luas. Tentu saja zina seperti ini tidak berkonsekuensi kepada hukum hudud baik rajam atau cambuk dan pengasingan setahun. Namun zina dalam pengertian ini juga melahirkan dosa dan ancaman siksa dari Allah SWT.

Dalil Naqli larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT : 
 

Walaa taqrobu jinna, innahu kana fahisyatan wasa'a sabilaa  (QS. Al-Israa : 32)

Artinya :  Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."

[QS Al A'raaf 7:33]

Sumber : winya-comunity.blogspot.com

Pengertian Kafir


KAFIR

Pengertian Kafir
Kafir bermakna orang yang ingkar,yang tidak beriman (tidak percaya) atau tidak beragama Islam. Dengan kata lain orang kafir adalah orang yang tidak mahu memperhatikan serta menolak terhadap segala hukum Allah atau hukum Islam disampaikan melalui para Rasul (Muhammad SAW) atau para penyampai dakwah/risalah. Perbuatan yang semacam ini disebut dengan kufur.

Kufur pula bermaksud menutupi dan menyamarkan sesuatu perkara. Sedangkan menurut istilah ialah menolak terhadap sesuatu perkara yang telah diperjelaskan adanya perkara yang tersebut dalam Al Quran. Penolakan tersebut baik langsung terhadap kitabnya ataupun menolak terhadap rasul sebagai pembawanya.

‘Sesungguhnya orang kafir kepada Allah dan RasulNya, dan bermaksud memperbezakan antara Allah dan RasulNya seraya (sambil) mengatakan:’Kami beriman kepada yang sebahagian (dari Rasul itu / ayat Al Quran) dan kami kafir (ingkar) terhadap sebahagian yang lain. Serta bermaksud (dengan perkataanya itu) mengambil jalan lain diantara yang demikian itu (iman dan kafir). Merekalah orang kafir yang sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk mereka itu seksaan yang menghinakan” [Qs An Nisa, 150-151]

Pembahagian Kafir  :

i.
Kafir yang sama sekali tidak percaya akan adanya Allah, baik dari segi zahir dan batin seperti Raja Namrud dan Firaun.

ii
. Kafir jumud (artinya membantah). Orang kafir jumud ini pada hatinya (pemikirannya) mengakui akan adanya Allah TAPI tidak mengakui dengan lisannya, seperti Iblis dan sebagainya.

iii.
Kafir ‘Inad .Orang kafir ‘Inad ini, adalah mereka pada hati (pemikiran) dan lisannya (sebutannya) mengakui terhadap kebenaran Allah, TAPI tidak mahu mengamalkannya , mengikuti atau mengerjakannya seperti Abu Talib.

iv.
Kafir Nifaq iaitu orang yang munafik. Yang mengakui diluarnya,pada lisannya saja terhadap adanya Allah dan Hukum Allah, bahkan suka mengerjakannya Perintah Allah, TAPI hatinya (pemikirannya) atau batinnya TIDAK mempercayainya.

Tanda-tanda Orang Kafir  :
                                        
a.Suka pecah belahkan antara perintah dan larangan Allah dengan RasulNya.
b.Kafir (ingkar) perintah dan larangan Allah dan RasulNya.
c.Iman kepada sebahagian perintah dan larangan Allah (dari Ayat Al Quran),tapi menolak sebahagian daripadanya.
d.Suka berperang dijalan Syaitan (Thoghut).
e.Mengatakan Nabi Isa AL Masihi adalah anak Tuhan.
f.Agama menjadi bahan senda gurau atau permainan .
g.Lebih suka kehidupan duniawi sehingga aktiviti yang dikerjakan hanya mengikut hawa nafsu mereka, tanpa menghiraukan hukum Allah yang telah diturunkan.
h.Mengingkari adanya hari Akhirat, hari pembalasan dan syurga dan neraka.
i.Menghalangi manusia ke jalan Allah.

Hubungan Orang Kafir.
Berhubungan Muslim dengan Orang kafir adalah tidak dilarang, dicegah bahkan dibolehkan oleh Islam, KECUALI adanya perhubungan (bertujuan) yang memusuhi Allah dan RasulNya (Hukum Allah), termasuk merosakkan aqidah Islam.

Sumber :  http://winya-comunity.blogspot.com/2008/08

Pengertian Riddah / Kemurtadan

RIDDAH

Pengertian Riddah
Kemurtadan dan Beberapa Permasalahannya
Adalah hal yang esensial diketahui oleh setiap Muslim bahwa Allah subhanahu wata'aala telah menyempurnakan agama ini dan menjadikan syariat Islam sebagai syariat yang paling lengkap dan paling bagus.

Agama ini telah mencakup semua lini kehidupan manusia. Oleh karena itu, Allah subhanahu wata'aala mewajibkan kepada para hambaNya agar menerima semua hukum-hukum Islam sebagaimana firman-Nya, artinya, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya.” (QS.al-Baqarah: 208). Agama ini juga selaras dengan fitrah yang lurus lagi suci. Allah subhanahu wata'aala berfirman, "(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu." (QS.ar-Rum:30)

Bilamana seseorang telah berserah diri kepada Allah subhanahu wata'aala dan istiqamah atas agama Allah subhanahu wata'aala, lalu berbalik membangkang dan melenceng dari petunjuk, berbaju kesesatan, keluar dari kebenaran dan cahaya menuju kebatilan dan kegelapan, maka ini adalah orang yang keluar dari agama Islam (Murtad) dan berbenturan dengan sikap alam nan luas ini yang berisikan langit, bumi, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sebab semuanya telah berserah diri dan tunduk kepada Allah subhanahu wata'aala. Allah subhanahu wata'aala berfirman, artinya, "Padahal kepadaNya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan."(QS.Ali 'Imran:83)

Logikanya, manakala undang-undang buatan manusia saja, yang di dalamnya terdapat keterbatasan, kontradiksi dan kekacauan menerapkan balasan dan sanksi terhadap pelanggarannya, maka apatah lagi menentang syariat Allah subhanahu wata'aala dan melenceng dari hukum-Nya, sebab ia adalah hukum yang paling baik secara absolut.

Allah subhanahu wata'aala telah mensyariatkan penegakan hukum Hudud, di antaranya adalah Had ar-Riddah. (Sanksi hukum bagi yang murtad).Hal ini untuk merealisasikan salah satu tujuan penting syariat, yaitu menjaga agama ini.

Allah subhanahu wata'aala Maha Bijaksana dalam syariat-Nya, Maha Pengasih terhadap para hamba-Nya dan Maha Mengetahui tentang apa yang dapat memperbaiki kondisi makhluk-Nya, semasa hidup dan kelak bila telah kembali kepada-Nya.

Belakangan ini banyak orang sudah lancang terhadap syariat Allah subhanahu wata'aala. Mereka menyebut hukum-hukum syariat yang memberikan sanksi bagi Murtad sebagai hukum yang zalim, keras dan bertentangan dengan kebebasan berpikir. Untuk itulah, sekelumit tentang permasalahan ini perlu dibahas di sini.

Definisi Riddah (Kemurtadan)
Bila merujuk kitab-kitab fiqih, maka kita menemukan masing-masing dari keempat mazhab fiqih memuat suatu bab tersendiri mengenai hukum terhadap Murtad. Dari sini, ada beberapa definisi yang mereka sebutkan, al-Kasani dari mazhab Hanafi berkata, "Adapun rukun Riddah adalah keluarnya perkataan 'kafir' dari lisan, yang sebelumnya beriman, sebab Riddah adalah rujuk (berpaling) dari keimanan."

Ash-Shawi dari mazhab Maliki berkata, "Riddah adalah kafirnya seorang Muslim dengan perkataan yang terang-terangan, atau perkataan yang menuntut kekafirannya, atau perbuatan yang mengandung kekafiran." As-Syarbini dari mazhab Syafi'i berkata, "Riddah adalah putus dari Islam dengan niat atau perbuatan, baik mengatakan tentangnya dalam rangka menghina, membangkang ataupun meyakini."

Dan al-Bahuti dari mazhab Hanbali berkata, "Murtad secara syariat adalah orang yang kafir setelah keislamannya, baik melalui perkataan, keyakinan, keraguan atau pun perbuatan." Definisi-definisi tersebut bertemu dalam makna "Rujuk (berpaling) dari keimanan." Yaitu rujuk menurut standar makna secara bahasa dan juga syariat. Allah subhanahu wata'aala berfirman, artinya, "Padahal kepadaNya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan."(QS.al-Ma-`idah:21).

Ringkasnya, Riddah adalah berpaling dari Islam, baik dengan keyakinan, perkataan ataupun perbuatan. Artinya, definisi ini sesuai dengan definisi iman, yaitu keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan.

Bagaimana Riddah Terjadi?
Manakala definisi iman sebagaimana yang definisikan para ulama Salaf adalah perkataan dan perbuatan, alias perkataan hati dan amalannya, perkataan lisan dan amalan anggota badan; maka definisi Riddah juga demikian, yaitu berupa perkataan dan perbuatan. Riddah terkadang berupa perkataan hati, seperti mendustakan berita yang disampaikan oleh Allah subhanahu wata'aala atau keyakinan bahwa ada Khaliq (Pencipta) yang lain di samping Allah subhanahu wata'aala.

Terkadang berupa amalan hati, seperti membenci Allah subhanahu wata'aala atau Rasul-Nya, membangkang dan sombong dengan tidak mengikuti Rasul-Nya. Terkadang berupa perkataan dengan lisan, seperti mencela Allah subhanahu wata'aala atau Rasul-Nya, atau mengejek Dinullah. Dan terkadang juga terjadi melalui amalan zhahir (yang kentara) berupa amalan-amalan anggota badan, seperti sujud kepada patung (berhala) atau melecehkan Mushaf.

Jika demikian pengertian Riddah tersebut, maka siapa saja yang pada dirinya terdapat sesuatu dari 'pembatal-pembatal' keislaman, maka ia adalah seorang yang keluar dari Islam (Murtad).

Hukuman Bagi Orang yang Murtad
Seorang yang murtad menurut syariat Islam harus dibunuh dengan memenggal batang lehernya. Yang menghalalkan darahnya adalah kekafirannya, yang sebelumnya beriman. Mengapa hukuman seperti itu yang dijatuhkan atasnya?

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah memberikan jawaban, "Sebab bila si Murtad itu tidak dibunuh, maka orang yang masuk ke dalam agama ini akan keluar lagi darinya. Artinya, membunuhnya merupakan upaya menjaga pemeluk agama dan menjaga agama itu sendiri. Hal itu dapat mencegahnya dari pembatalan (keimanannya) dan keluar darinya." Sebagai konsekuensi dari hukuman tersebut, maka ia pun tidak dimandikan, tidak dishalatkan, tidak dikuburkan di pekuburan kaum Muslimin, tidak mewariskan ataupun mewarisi, bahkan hartanya menjadi harta Fai` yang diserahkan ke Baitul Mal kaum Muslimin.

Di antara sekian banyak dalil atas hukuman ini, adalah hadits, "Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia." (HR.al-Bukhari)

Sikap Para Shahabat Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam dan Salaf
Para shahabat, demikian juga Tabi'in dan para ulama as-Salaf ash-Shalih, terutama para khalifah dan pemimpin Islam dari masa ke masa tetap konsisten dengan hukuman tersebut. Di antara bukti nyatanya adalah sikap Abu Bakar yang memerangi kaum Murtaddin (orang-orang yang murtad) di zamannya.

Riddah Di Zaman Ini
Sesungguhnya Riddah yang secara lantang diteriakkan para Zindiq zaman ini, seperti Salman Rusydi, Nisrina (Murtaddah Bangladesh), Nashr Abu Zaid (Murtad Mesir) dan orang-orang semisal mereka, jauh lebih keji dari Riddah yang telah dilakukan para pendahulu mereka seperti al-Hallaj dan al-Haitsi, Wallahul Musta'an.! Riddah yang dilakukan para Zindiq, dulu dan sekarang, bukan hanya sekedar Riddah saja, tetapi juga telah menggabungkannya dengan sikap memerangi Allah subhanahu wata'aala dan Rasul-Nya, berlebihan dalam memusuhi dan mencela agama Allah subhanahu wata'aala.

Jenis-Jenis Riddah
Riddah ada dua jenis: Pertama, Riddah Mujarradah (Kemurtadan Murni). Kedua, Riddah Mughallazhah (Kemurtadan Berat), yang oleh syariat harus diganjar hukum bunuh.

Berdasarkan dalil-dalil syariat, maka terhadap kedua jenis riddah itu wajib dijatuhi hukuman bunuh. Hanya saja, dalil-dalil yang menunjukkan gugurnya hukum bunuh karena bertaubat hanya terarah kepada jenis pertama, sedangkan terhadap jenis kedua, maka dalil-dalil menunjukkan wajibnya membunuh pelakunya, di mana tidak terdapat nash maupun Ijma' yang menggugurkan hukum bunuh tersebut.

Sebab-sebab Terjadinya Riddah
  • Jahil terhadap ajaran agama Allah subhanahu wata'aala dan lemahnya keyakinan di kalangan kebanyakan umat Islam.
  • Munculnya paham Irja` (paham yang dianut kaum Murji`ah) di zaman ini. Paham Irja` menyatakan iman hanya dengan pembenaran saja (tanpa amal). Imbasnya, menurut mereka, kekafiran alias Riddah juga hanya merupakan pendustaan saja, sehingga seseorang tidak pernah dikatakan Murtad, kecuali bila ia mendustakan lagi mengingkari. Jadi, menghina Allah subhanahu wata'aala, Rasul-Nya atau dien-Nya bukanlah Riddah menurut mereka.
  • Disingkirkannya syariat Allah subhanahu wata'aala di kebanyakan negara-negara Muslim.
  • Kekacauan pemikiran yang kini menghinggapi dunia modern, keguncangan dalam konsep dan kontradiksi yang kentara dalam keyakinan dan prinsip. Wallahu A'lam!

(SUMBER: ”Maqalat Fi 'Aqidah Ahl as-Sunnah Wa al-Jama'ah”, Abdul Aziz bin Muhammad Al 'Abdul Lathif) Hafied M. Chofie.

Pengertian Munafik


MUNAFIK

Pengertian Munafik

Adalah orang munafik termasuk golongan orang yang tidak mendapat hidayah atau petunjuk dari Allah, sehingga jalan hidupnya yang ditempuhi tidaklah mengandungi nilai-nilai ibadah dan segala amal yang dikerjakan tidak mencari keredhaan Alah…

Orang munafik adalah orang yang bermuka dua, mengaku beriman padahal hatinya ingkar. Perbuatan orang munafik disebut Nifaq. Mereka ini hanya pada mulutnya sahaja, kemudian dalam perbuatannya sehari-hari nampak baik, tapi hanya tipu helah belaka.

artinya segala amal perbuatan yang dikerjakan itu bukan ditegakkan di atas dasar keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah, akan tetapi hanya didasarkan pada perasaan dan hawa nafsunya semata-mata untuk mencari muka, penampilan, mengambil hati dalam masyarakat dan pandangan orang belaka. Segala perbuatan baiknya itu hanya dijadikan tempat berlindung untuk menutupi segala keburukan I’tikad dan niatnya.

Munafik adalah sebutan untuk orang yang melakukan perbuatan Nifâq. Nifâq  diambil dari nâfiqâ’ bukan nafaq.  Nâfiqâ’ adalah salah satu ruang yarbû’ (Jerboa-Ing) yaitu binatang sejenis tupai yang sebagian ruangannya ditutupi dan sebagian ruang yang lain dibuka (Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arab, X/358).  Dengan demikian, secara etimologis, nifâq dapat diartikan sebagai membuka satu sisi dan menutup sisi yang lainnya.  Konotasi inilah yang populer di kalangan orang Arab sampai datangnya Islam.
Al-Quran kemudian memberikan konotasi lain pada kata tersebut, yaitu menampakkan wajah yang berbeda anatara di dalam dan di luar Islam, atau di hadapan kaum Muslim menampakkan sikap yang sependirian dengan mereka, tetapi di hadapan kaum lain menampakkan sikap yang sependirian dengan kaum tersebut. Inilah sikap nifâq.  Karakter demikian menjadi karakter dasar orang munafik (munâfiq).  Allah Swt. menunjukkan sikap dasar munafik tersebut dalam firman-Nya : 
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Jika mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, “Kami telah beriman.” Sebaliknya, jika mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami sependirian  dengan kalian. Kami hanyalah berolok-olok.” (QS al-Baqarah [2]: 14).
 Ibn Manzhur menyatakan bahwa sebutan munafik dengan pengertian tersebut merupakan pengertian khusus yang belum dikenal oleh orang Arab sebelumnya, yaitu orang yang pada lahiriahnya menampakkan keimanan padahal dalam batinnya menyembunyikan kekufuran (Ibid, X/359). Dengan demikian, nifâq adalah sikap menampakkan sesuatu secara lahiriah yang berbeda dengan apa yang ada di dalam batin (hati) (An-Nawawi, Syarh Shahîh  Muslim, II/47). Al- Jurjani menilai orang munafik adalah orang yang bersaksi atau menyatakan diri sebagai orang beriman dan melaksanakan perintah dan larangan Allah, tetapi ia tidak meyakininya (Al-Jurjani, at-Ta‘rifât, I/60).
Dari penjelasan di atas kita dapat memahami bahwa fasik dan munafik keduanya merupakan kemaksyiatan kepada Allah. Kemaksyiatan dapat berupa kemaksyiatan yang besar yaitu kekafiran (keluar dari aqidah Islam) atau berupa perbuatan dosa saja (tidak keluar dari aqidah). Munafik dan kafir keduanya adalah orang-orang fasik. Mereka semuanya adalah orang-orang yang keluar/menyimpang dari ketaatan kepada Allah dan tidak mengikuti perintah-Nya. Fasik memiliki pengertian yang lebih umum dan melingkupi pengertian kafir dan munafik, yaitu sebagai orang yang keluar dari perintah Allah.
Perbuatan fasik secara umum lebih mudah untuk diketahui, karena ia dapat dinilai dari penampakkan aktivitas yang bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Sedangkan secara khusus perbuatan Munafik sulit untuk diidentifikasi, karena ia merupakan perbuatan batin.
Kita dapat melihat tanda-tanda orang munafik antara lain sebagai berikut:
  1. Berdusta dan menipu kepada Allah (lihat QS an-Nisa’ [4]: 142 dan QS. at-Taubah [9]: 75-76)
  2. Suka Mengejek Agama Allah, Rasul-Nya, dan Al-Qur’an (kitab-kitab Allah) (lihat QS an-Nisa’ [4]: 142 dan QS at-Taubah [9]: 74)
  3. Membenci Rasulullah SAW (lihat QS at-Taubah [9]: 74 dan HR. Muslim : “Tidaklah   seseorang mencintaiku kecuali ia seorang Mukmin dan tidaklah seseorang membenciku kecuali ia seorang munafik”)
  4. Tidak percaya dengan janji Allah dan Rasul-Nya (lihat QS. al-Ahzab [33]:12).
  5. Beribadah bukan karena Allah tetapi untuk riya dan mendapat pujian (lihat QS an-Nisa’ [4]: 12).
  6. Tidak mau melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dengan memberikan alasan-alasan bahkan kalau perlu mereka akan bersumpah (lihat QS al-Ahzab [33]:13).
  7. Menghalangi manusia untuk melaksanakan perintah Allah (lihat QS an-Nisa’ [4]: 61; al-Munafiqun [63]: 2).
  8. Menyerukan kemungkaran dan melarang atau mencegah kemakrufan (lihat QS at-Taubah [9]: 65).
  9. Merasa senang jika berhasil menyesatkan orang lain dan jika dipuji orang atas perbuatan baik yang sebenarnya tidak mereka lakukan (lihat QS Ali ‘Imran [3]: 188).
  10. Menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan kepercayaan, mereka tidak segan-segan untuk mengorbankan umat dan menggadaikan kemuliaan umat untuk mendapatkan kemuliaan semu dari orang-orang kafir (lihat QS an-Nisa’ [4]: 138-139)

Perbuatan Orang Munafik :
               
a. Ingin menipu daya Allah.
Firman Allah: “Dan diantara manusia ada yang mengatakan,’aku beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian,’padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang yang beriman.Mereka itu hendak menipu Allah berserta orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri,sedang mereka tidak sedar” [Qs Al Baqarah: 8-9]

b. Lebih suka memilih orang kafir sebagai pepimpinnya.
Firman Allah maksudnya:
“…..(iaitu) orang yang mengambil orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan disisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah” [Qs An Nisa’ :139]

c. Tidak mahu diajak berhukum dengan hukum Allah dan RasulNya.
Firman Allah:
“Apabila dikatakan kepada mereka (org munafik):”Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul,” nescaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia ) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu” [Qs An Nisa:61]

d. Malas menegakkan solat, tapi kalau solat suka menunjuk-nunjuk (riyak)
Firman Allah: “Dan bila mereka berdiri untuk melaksanakan solat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riyak dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka itu menyebut asma Allah, kecuali sedikit sekali [Qs An Nisa:142]

e. Berdusta apabila berkata, menyalahi janji dan khinat (pecah amanah)
“Tanda-tanda orang munafik itu ada 3 macam, apabila berkata suka berdusta,apabila berjanji selalu menyalahi dan apabila diberi kepercayaan (amanah) suka khinat”
[Hr muslim dan bukhari]

Pengaruh munafik bagi kehidupan bermasyarakat.
Dalam sejarah telah banyak membuktikan bahawa umat Islam zaman dulu sering diperdaya oleh orang munafik dan hal itu akan berterus sampai zaman sekarang bahkan zaman yang akan datang dari generasi ke generasi. Oleh kerana itu kita umat Islam dimana saja berada hendaknya berhati-hati terhadap orang munafik yang berhasrat mematahkan semangat juang kita umat Islam, memporak-perandakan kekuatan Islam, memadamkan cahaya Allah ditengah-tengah orang Islam dan selalu kerosakan dan kekacauan dimana-mana.

“Mereka (orang munafik) hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka. Dan Allah telah menyempurkan cahayaNya, meskipun orang kafir membenci.” [Qs Asy-Shaf;8]
Perbuatan munafik sangat berbahaya bagi kaum muslim, karena ia sperti musuh di dalam selimut. Kita memohon kepada Allah agar dijauhkan dari sifat kemunafikan dan dari kerusakan yang timbul dari perilaku orang-orang munafik..