Sepuluh Wasiat Untuk Menjadi Istri
Idaman
Berikut ini sepuluh wasiat untuk wanita, untuk istri, untuk ibu rumah tangga dan ibunya anak-anak yang ingin menjadikan rumahnya sebagai pondok yang tenang dan tempat nan aman yang dipenuhi cinta dan kasih sayang, ketenangan dan kelembutan.
Wahai wanita mukminah!
Sepuluh wasiat ini aku persembahkan untukmu, yang dengannya engkau membuat ridha Tuhanmu, engau dapat membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga tahtamu.
Wasiat Pertama:: Bertakwa kepada Allah dan menjauhi maksiat
Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah!! Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncangkan kerajaan. Maka janganlah engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah dan jangan engkau seperti Fulanah yang telah bermaksiat kepada Allah…
Maka
ia berkata dengan menyesal penuh tangis setelah dicerai oleh sang suami:
“Ketaatan
menyatukan kami dan maksiat menceraikan kami…”
Wahai
hamba Allah…
Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu dan menjaga untukmu suamimu dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan mencerai-beraikan keutuhannya.
Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu dan menjaga untukmu suamimu dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan mencerai-beraikan keutuhannya.
Karena itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari suaminya, ia berkata
“Aku
mohon ampun kepada Allah… itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)…”
Maka
hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:
- Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya (tanpa alasan yang haq -abu zuhriy) atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar (seperti tidak melaksanakan rukun dan syaratnya, atau melaksanakannya tidak sesuai petunjuk dan tuntunan Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam -abu zuhriy).
- Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya (tanpa alasan yang haq -abu zuhriy) atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar (seperti tidak melaksanakan rukun dan syaratnya, atau melaksanakannya tidak sesuai petunjuk dan tuntunan Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam -abu zuhriy).
- Duduk di majlis ghibah dan namimah, berbuat riya’ dan sum’ah.
- Menjelekkan dan mengejek orang lain.
Allah berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ
يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ
خَيْرًا مِنْهُنَّ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).”
(Al Hujuraat: 11)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan).”
(Al Hujuraat: 11)
-
Keluar menuju pasar tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi
mahram.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَحَبُّ
الْبِلادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهُمْ وَأَبْغَضَ الْبِلادِ إِلَى اللهِ
أَسْوَاقُهُمْ
“Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.”1
“Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.”1
-
Mendidik anak dengan pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada
para pembantu dan pendidik-pendidik yang kafir.
- Meniru wanita-wanita kafir.
- Meniru wanita-wanita kafir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”2
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”2
-
Menyaksikan film-film porno dan mendengarkan nyanyian.
- Membaca majalah-majalah lawakan/humor.
- Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan mendesak.
- Membiarkan suami dalam kemaksiatannya 3
- Bersahabat dengan wanita-wantia fajir dan fasik.
- Membaca majalah-majalah lawakan/humor.
- Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan mendesak.
- Membiarkan suami dalam kemaksiatannya 3
- Bersahabat dengan wanita-wantia fajir dan fasik.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ
“Seseorang itu menurut agama temannya.”4
“Seseorang itu menurut agama temannya.”4
-
Tabarruj (pamer kecantikan)
Wasiat kedua: Berupaya mengenal dan memahami suami
Wasiat kedua: Berupaya mengenal dan memahami suami
Hendaknya seorang istri berupaya memahami suaminya. Ia tahu apa yang disukai suami maka ia berusaha memenuhinya. Dan ia tahu apa yang dibenci suami maka ia berupaya untuk menjauhinya, dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al Khaliq (Allah Ta`ala).
Berikut
ini dengarkanlah kisah seorang istri yang bijaksana yang berupaya memahami
suaminya.
Berkata sang suami kepada temannya:
Berkata sang suami kepada temannya:
“Selama
dua puluh tahun hidup bersama belum pernah aku melihat dari istriku perkara
yang dapat membuatku marah.”
Maka
berkata temannya dengan heran:
“Bagaimana
hal itu bisa terjadi?!”
Berkata
sang suami:
“Pada
malam pertama aku masuk menemui istriku, aku mendekat padanya dan aku hendak
menggapainya dengan tanganku, maka ia berkata:
‘Jangan
tergesa-gesa wahai Abu Umayyah.’
Lalu
ia berkata:
‘Segala
puji bagi Allah dan shalawat atas Rasulullah… Aku adalah wanita asing, aku
tidak tahu tentang akhlakmu, maka terangkanlah kepadaku apa yang engkau sukai
niscaya aku akan melakukannya dan apa yang engkau tidak sukai niscaya aku akan
meninggalkannya.’
Kemudian
ia berkata:
‘Aku
ucapkan perkataaan ini dan aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku dan
dirimu.’”
Berkata
sang suami kepada temannya:
“Demi
Allah, ia mengharuskan aku untuk berkhutbah pada kesempatan tersebut.
Maka aku katakan:
Maka aku katakan:
‘Segala
puji bagi Allah dan aku mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan
keluarganya. Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang bila engkau
tetap berpegang padanya, maka itu adalah kebahagiaan untukmu dan jika engkau
tinggalkan (tidak melaksanakannya) jadilah itu sebagai bukti untuk
menyalahkanmu.
Aku menyukai ini dan itu, dan aku benci ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan apa yang engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’
Aku menyukai ini dan itu, dan aku benci ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan apa yang engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’
Istri(ku)
berkata:
‘Apakah
engkau suka bila aku mengunjungi keluargaku?’
Aku
menjawab:
‘Aku
tidak suka kerabat istriku bosan terhadapku’ (yakni si suami tidak menginginkan
istrinya sering berkunjung).
Ia
berkata lagi:
‘Siapa
di antara tetanggamu yang engkau suka untuk masuk ke rumahmu maka aku akan
izinkan ia masuk? Dan siapa yang engkau tidak sukai maka akupun tidak
menyukainya?’
Aku
katakan:
‘Bani
Fulan adalah kaum yang shaleh dan Bani Fulan adalah kaum yang jelek.’”
Berkata
sang suami kepada temannya:
“Lalu
aku melewati malam yang paling indah bersamanya. Dan aku hidup bersamanya
selama setahun dalam keadaan tidak pernah aku melihat kecuali apa yang aku
sukai. Suatu ketika di permulaan tahun, tatkala aku pulang dari tempat kerjaku,
aku dapatkan ibu mertuaku ada di rumahku.
Lalu
ibu mertuaku berkata kepadaku:
‘Bagaimana
pendapatmu tentang istrimu?’”
Aku
jawab:
“Ia
sebaik-baik istri.”
Ibu
mertuaku berkata:
“Wahai
Abu Umayyah.. Demi Allah, tidak ada yang dimiliki para suami di rumah-rumah
mereka yang lebih jelek daripada istri penentang (lancang). Maka didiklah dan
perbaikilah akhlaknya sesuai dengan kehendakmu.”
Berkata
sang suami:
“Maka
ia tinggal bersamaku selama dua puluh tahun, belum pernah aku mengingkari
perbuatannya sedikitpun kecuali sekali, itupun karena aku berbuat dhalim
padanya.”5
Alangkah
bahagia kehidupannya…!
Demi Allah, aku tidak tahu apakah kekagumanku tertuju pada istri tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya?
Ataukah tertuju pada sang ibu dan pendidikan yang diberikan untuk putrinya?
Ataukah terhadap sang suami dan hikmah yang dimilikinya?
Itu adalah keutamaan Allah yang diberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.
Demi Allah, aku tidak tahu apakah kekagumanku tertuju pada istri tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya?
Ataukah tertuju pada sang ibu dan pendidikan yang diberikan untuk putrinya?
Ataukah terhadap sang suami dan hikmah yang dimilikinya?
Itu adalah keutamaan Allah yang diberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.
Wasiat ketiga: Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik
Sesungguhnya hak suami atas istrinya itu besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَوْ
كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ
لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” 6
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” 6
Hak
suami yang pertama adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat
kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya.
Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Dua
golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari
dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia
kembali.”7
Karena
itulah Aisyah Ummul Mukminin berkata dalam memberi nasehat kepada para wanita:
“Wahai
sekalian wanita, seandainya kalian mengetahui hak suami-suami kalian atas diri
kalian niscaya akan ada seorang wanita di antara kalian yang mengusap debu dari
kedua kaki suaminya dengan pipinya.”8
Engkau
termasuk sebaik-baik wanita!!
Dengan ketaatanmu kepada suamimu dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjadi sebaik-baik wanita, dengan izin Allah.
Dengan ketaatanmu kepada suamimu dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjadi sebaik-baik wanita, dengan izin Allah.
Pernah
ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Wanita
bagaimanakah yang terbaik?”
Beliau
menjawab:
اَلَّتِى
تَسِرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلا تُخَالِفُهُ فِيْ
نَفْسِهَا وَلا مَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Yang menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika diperintah dan ia tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang tidak disukai suaminya.” (Isnadnya hasan)
“Yang menyenangkan suami ketika dipandang, taat kepada suami jika diperintah dan ia tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang tidak disukai suaminya.” (Isnadnya hasan)
Ketahuilah,
engkau termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada
Allah dan taat kepada suamimu, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam:
“Bila
seorang wanita shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadhan, menjaga
kemaluannya dan taat kepada suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana saja
yang ia inginkan.” 9
Wasiat keempat: Bersikap
qana’ah (merasa cukup)
Kami menginginkan wanita muslimah ridha dengan apa yang diberikan (suami) untuknya baik itu sedikit ataupun banyak. Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak perlu.
Dalam riwayat disebutkan
“Wanita
yang paling besar barakahnya.”
Wahai
siapa gerangan wanita itu?!
Apakah dia yang menghambur-hamburkan harta menuruti selera syahwatnya dan mengenyangkan keinginannya?
Ataukah dia yang biasa mengenakan pakaian termahal walau suaminya harus berhutang kepada teman-temannya untuk membayar harganya?!
Sekali-kali tidak… demi Allah, namun (mereka adalah):
Apakah dia yang menghambur-hamburkan harta menuruti selera syahwatnya dan mengenyangkan keinginannya?
Ataukah dia yang biasa mengenakan pakaian termahal walau suaminya harus berhutang kepada teman-temannya untuk membayar harganya?!
Sekali-kali tidak… demi Allah, namun (mereka adalah):
أَعْظَمُ
النِّسَاءِ بَرَكَةٌ، أَيْسَرُّهُنَّ مُؤْنَةً
“Wanita yang paling besar barakahnya adalah yang paling ringan maharnya.” (Hadits Dhåif Riwayat Hakim)10
“Wanita yang paling besar barakahnya adalah yang paling ringan maharnya.” (Hadits Dhåif Riwayat Hakim)10
Renungkanlah
wahai suadariku muslimah adabnya wanita salaf radliallahu ‘anhunna… Salah
seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu
wasiat padanya. Apa wasiatnya? Ia berkata kepada sang suami:
“Hati-hatilah
engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar
dari rasa lapar namun kami tidak bisa sabar dari api neraka…”
Adapun
sebagian wanita kita pada hari ini apa yang mereka wasiatkan kepada suaminya
jika hendak keluar rumah?! Tak perlu pertanyaan ini dijawab karena aku yakin
engkau lebih tahu jawabannya dari pada diriku.
Wasiat kelima: Baik dalam mengatur urusan rumah
Wasiat kelima: Baik dalam mengatur urusan rumah
Seperti mendidik anak-anak dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya. Termasuk pengaturan yang baik adalah istri membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.
Renungkanlah semoga Allah menjagamu, kisah seorang wanita, istri seorang tukang kayu… Ia bercerita:
“Jika
suamiku keluar mencari kayu (mengumpulkan kayu dari gunung) aku ikut merasakan
kesulitan yang ia temui dalam mencari rezki, dan aku turut merasakan hausnya
yang sangat di gunung hingga hampir-hampir tenggorokanku terbakar.
Maka
aku persiapkan untuknya air yang dingin hingga ia dapat meminumnya jika ia
datang. Aku menata dan merapikan barang-barangku (perabot rumah tangga) dan aku
persiapkan hidangan makan untuknya. Kemudian aku berdiri menantinya dengan
mengenakan pakaianku yang paling bagus.
Ketika ia masuk ke dalam rumah, aku menyambutnya sebagaimana pengantin menyambut kekasihnya yang dicintai, dalam keadaan aku pasrahkan diriku padanya… Jika ia ingin beristirahat maka aku membantunya dan jika ia menginginkan diriku aku pun berada di antara kedua tangannya seperti anak perempuan kecil yang dimainkan oleh ayahnya.”
Wasiat keenam: Baik
dalam bergaul dengan keluarga suami dan kerabat2 nya
Khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya. Wajib bagimu untuk menampakkan kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.
Berapa banyak rumah tangga yang masuk padanya pertikaian dan perselisihan disebabkan buruknya sikap istri terhadap ibu suaminya dan tidak adanya perhatian akan haknya!!?
Ingatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya yang bergadang dan memelihara pria yang sekarang menjadi suamimu adalah ibu ini, maka jagalah dia atas kesungguhannya dan hargailah apa yang telah dilakukannya. Semoga Allah menjaga dan memeliharamu. Maka adakah balasan bagi kebaikan selain kebaikan?!
Wasiat ketujuh: Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.
Jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam duka cita dan kesedihannya. Aku ingin mengingatkan engkau dengan seorang wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya dan panjangnya masa tidak dapat menghapus kenangan bersamanya di hati suami.
Bahkan ia terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya.
Suatu hari istri yang lain itu (yakni Aisyah radliallahu ‘anha) berkata:
مَا
غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ؟ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ هَلَكَتْ قَبْلَ
أَنْ يَتَزَوَّجَنِي، لَمَّا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا
“Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal ia meninggal sebelum beliau menikahiku, mana kala aku mendengar beliau selalu menyebutnya.”11
“Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal ia meninggal sebelum beliau menikahiku, mana kala aku mendengar beliau selalu menyebutnya.”11
Dalam
riwayat lain:
مَا
غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا
غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ وَمَا رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا
“Aku tidak pernah cemburu kepada seorangpun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyebutnya.” 12
“Aku tidak pernah cemburu kepada seorangpun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyebutnya.” 12
Suatu
kali Aisyah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau
menyebut Khadijah:
كَأَنَّهُ
لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلا خَدِيْجَةُ فَيَقُولُ لَهَا إِنَّهَا
كَانَتْ وَكَانَتْ
“Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah?!” Maka beliau berkata kepada Aisyah: ‘Khadijah itu begini dan begini.’”13
“Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah?!” Maka beliau berkata kepada Aisyah: ‘Khadijah itu begini dan begini.’”13
Dalam
riwayat Ahmad pada Musnadnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “begini dan
begini” (dalam hadits diatas) adalah sabda beliau:
آمَنَتْبِي
حِيْنَ كَفَرَ النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْكَذَّبَنِي النَّاسُ رَوَاسَتْنِي
بِمَالِهَا إِذْحَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللهُ مِنْهَا الوَلَد
“Ia beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang meng-haramkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezki berupa anak darinya.”14
“Ia beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang meng-haramkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezki berupa anak darinya.”14
Dialah
Khadijah yang seorangpun tak akan lupa bagaimana ia mengokohkan hati Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi dorongan kepada beliau. Dan ia
menyerahkan semua yang dimilikinya di bawah pengaturan beliau dalam rangka
menyampaikan agama Allah kepada seluruh alam.
Seorangpun tidak akan lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali yang pertama:
وَاللهُ
لا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ
وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.”15
“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.”15
Jadilah
engkau wahai saudari muslimah seperi Khadijah, semoga Allah meridhainya dan
meridlai kita semua.
Wasiat kedelapan: Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaanya.
Wasiat kedelapan: Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaanya.
Siapa yang tidak tahu berterimakasih kepada manusia, ia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah. Maka janganlah meniru wanita yang jika suaminya berbuat kebaikan padanya sepanjang masa (tahun), kemudian ia melihat sedikit kesalahan dari suaminya, ia berkata:
“Aku
sama sekali tidak melihat kebaikan darimu…”
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
يَا
مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ اَهْلِ النَّارِ
فَقُلْنَ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَمْ ذَلِكَ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ
وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
“Wahai sekalian wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk nereka adalah kalian.” Maka mereka (para wanita) berkata: “Ya Rasulullah kepada demikian?” Beliau menjawab: “Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami.”16
“Wahai sekalian wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk nereka adalah kalian.” Maka mereka (para wanita) berkata: “Ya Rasulullah kepada demikian?” Beliau menjawab: “Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami.”16
Mengkufuri
kebaikan suami adalah menentang keutamaan suami dan tidak menunaikan haknya.
Wahai istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat engkau tunjukkan dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu dalam hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hakmu. Namun di mana bandingan kesalahan itu dengan lautan keutamaan dan kebaikannya padamu.
Wahai istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat engkau tunjukkan dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu dalam hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hakmu. Namun di mana bandingan kesalahan itu dengan lautan keutamaan dan kebaikannya padamu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا
يَنْظُرُ اللهَ إِلَى امْرَأَةٍ لا تَشْكُرُ زَوْجَهَا وَهِيَ لا تَسْتَغْنِيَ
عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup darinya.”17
“Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup darinya.”17
Wasiat kesembilan: Menyimpan
rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).
Istri adalah tempat rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu kekhususannya (yang paling pribadi dari diri suami). Bila menyebarkan rahasia merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapa pun maka dari sisi istri lebih besar dan lebih jelek lagi.
Sesungguhnya majelis sebagian wanita tidak luput dari membuka dan menyebarkan aib-aib suami atau sebagian rahasianya.
Ini
merupakan bahaya besar dan dosa yang besar. Karena itulah ketika salah seorang
istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebarkan satu rahasia beliau, datang
hukuman keras, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersumpah untuk tidak
mendekati isti tersebut selama satu bulan penuh.
Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya berkenaan dengan peristiwa tersebut. Allåh berfirman:
وَإِذْ
أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ
وَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ
“Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri menceritakan peristiwa itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepada beliau) dan menyembunyikan sebagian yang lain.”(At Tahriim: 3)
“Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri menceritakan peristiwa itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepada beliau) dan menyembunyikan sebagian yang lain.”(At Tahriim: 3)
Suatu
ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam mengunjungi putranya Ismail, namun beliau
tidak mejumpainya. Maka beliau tanyakan kepada istri putranya, wanita itu
menjawab:
“Dia
keluar mencari nafkah untuk kami.”
Kemudian
Ibrahim bertanya lagi tentang kehidupan dan keadaan mereka. Wanita itu menjawab
dengan mengeluh kepada Ibrahim:
“Kami
adalah manusia, kami dalam kesempitan dan kesulitan.”
Ibrahim
‘Alaihis Salam berkata:
“Jika
datang suamimu, sampaikanlah salamku padanya dan katakanlah kepadanya agar ia
mengganti ambang pintunya.”
Maka
ketika Ismail datang, istrinya menceitakan apa yang terjadi. Mendengar hal itu,
Ismail berkata:
“Itu
ayahku, dan ia memerintahkan aku untuk menceraikanmu. Kembalilah kepada
keluargamu.”
Maka
Ismail menceraikan istrinya. (Riwayat Bukhari)
Ibrahim ‘Alaihis Salam memandang bahwa wanita yang membuka rahasia suaminya dan mengeluhkan suaminya dengan kesialan, tidak pantas untuk menjadi istri Nabi maka beliau memerintahkan putranya untuk menceraikan istrinya.
Oleh karena itu, wahai saudariku muslimah, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’i seperti mengadukan perbuatan dhalim kepada Hakim atau Mufti (ahli fatwa) atau orang yang engkau harapkan nasehatnya.
Sebagimana yang dilakukan Hindun radliallahu ‘anha di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hindun berkata:
“Abu
Sufyan adalah pria yang kikir, ia tidak memberiku apa yang mencukupiku dan
anak-anakku. Apakah boleh aku mengambil dari hartanya tanpa izinnya?!”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ambillah
yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang ma`ruf.”
Cukup
bagimu wahai saudariku muslimah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ مِنْ شَرِ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرُّ صَاحِبَهُ
إِنَّ مِنْ شَرِ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرُّ صَاحِبَهُ
“Sesungguhnya
termasuk sejelek-jelek kedudukan manusia pada hari kiamat di sisi Allah adalah
pria yang bersetubuh dengan istrinya dan istri yang bersetubuh dengan suaminya,
kemudian salah seorang dari keduanya menyebarkan rahasia pasangannya.”18
Wasiat terakhir: Kecerdasan
dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan2.
- Termasuk kesalahan adalah: Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang dikenalnya kepada suaminya, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang yang demikian itu dengan sabdanya:
لا
تُبَاشِرُ مَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ
إِلَيْهَا
“Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu ia mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya.”19
“Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu ia mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya.”19
Tahukah
engkau mengapa hal itu dilarang?!
Termasuk kesalahan adalah apa yang dilakukan sebagian besar istri ketika suaminya baru kembali dari bekerja. Belum lagi si suami duduk dengan enak, ia sudah mengingatkannya tentang kebutuhan rumah, tagihan, tunggakan-tunggakan dan uang jajan anak-anak. Dan biasanya suami tidak menolak pembicaraan seperti ini, akan tetapi seharusnyalah seorang istri memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya.
Termasuk kesalahan adalah memakai pakaian yang paling bagus dan berhias dengan hiasan yang paling bagus ketika keluar rumah. Adapun di hadapan suami, tidak ada kecantikan dan tidak ada perhiasan.
Dan masih banyak lagi kesalahan lain yang menjadi batu sandungan (penghalang) bagi suami untuk menikmati kesenangan dengan istrinya. Istri yang cerdas adalah yang menjauhi semua kesalahan itu.
Oleh: Mazin bin Abdul Karim Al Farih, dengan judul asli: Sepuluh Wasiat Untuk Istri Yang Mendambakan “Keluarga Bahagia Tanpa Problema” , dinukil dari: as-Sunnah Qatar
Catatan Kaki :
- Riwayat Muslim dalam Al-Masajid: (bab Fadlul Julus fil Mushallahu ba’dash Shubhi wa Fadlul Masajid)
- Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albany, lihat “Irwaul Ghalil“, no. 1269 dan “Shahihul Jami’” no. 6149
- Lihat kitab “Kaif Taksabina Zaujak?!” oleh Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al Mahmud, hal. 13
- Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan gharib. Berkata Al Albany: “Hadits ini sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi.” Lihat takhrij “Misykatul Masabih” no. 5019
- Al Masyakil Az Zaujiyyah wa Hululuha fi Dlaw`il Kitab wa Sunnah wal Ma’ariful Haditsiyah oleh Muhammad Utsman Al Khasyat, hal. 28-29
- Riwayat Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat “Shahihul Jami`us Shaghir” no. 5294
- Riwayat Thabrani dan Hakim dalam “Mustadrak“nya, dishahihkan Al Albany rahimahullåh sebagaimana dalam “Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah” no. 288
- Lihat kitab “Al Kabair” oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah
- Riwayat Ibnu Nuaim dalam “Al Hilyah“. Berkata Syaikh Al Albany: “Hadits ini memiliki penguat yang menaikkannya ke derajat hasan atau shahih.” Lihat “Misykatul Mashabih” no. 3254
- Hadits lemah, diriwayatkan Hakim dan dishahihkannya dan disepakati Dzahabi. Namun Al Albany mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Illatnya pada Ibnu Sukhairah dan pembicaraaan tentangnya disebutkan secara panjang lebar pada tempatnya, lihatlah dalam “Silsilah Al Ahadits Ad Dlaifah” no. 1117
- Semuanya dari riwayat Bukhari dalam shahihnya kitab “Manaqibul Anshar“, bab Tazwijun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Khadijah wa Fadluha radliallahu ‘anha.
- Idem
- Idem
- Diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya 6/118 no. 24908. Aku katakan: Al Hafidh Ibnu Hajar membawakan riwayat ini dalam “Fathul Bari“, ia berkata: “Dalam riwayat Ahmad dari hadits Masruq dari Aisyah.” Dan ia menyebutkannya, kemudian mendiamkannya. Di tempat lain (juz 7/138), ia berkata: “Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani.” Kemudian membawakan hadits tersebut. Berkata Syaikh kami Abdullah Al Hakami hafidhahullah: “Mungkin sebab diamnya Al Hafidh rahimahullah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mujalid bin Said Al Hamdani. Dalam “At Taqrib” hal. 520, Al Hafidh berkata: “Ia tidak kuat dan berubah hapalannya pada akhir umurnya.” Al Haitsami bersikap tasahul (bermudah-mudah) dalam menghasankan hadits ini, beliau berkata dalam Al Majma’ (9/224): “Diriwayatkan Ahmad dan isnadnya hasan.”
- Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Bad’il Wahyi” dan Muslim dalam “Kitabul Iman”
- Diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Al Haidl“, (bab Tarkul Haidl Ash Shaum) dan diriwayatkan Muslim dalam “Kitabul Iman” (bab Nuqshanul Iman binuqshanith Thaat)
- Diriwayatkan Nasa’i dalam “Isyratun Nisa’” dengan isnad yang shahih
- Diriwayatkan Muslim dalam “An Nikah” (bab Tahrim Ifsya’i Sirril Mar’ah).
- Diriwayatkan Bukhari dalam “An Nikah” (bab Laa Tubasyir Al Mar’atul Mar’ah). Berkata sebagian ulama: “Hikmah dari larangan itu adalah kekhawatiran kagumnya orang yang diceritakan terhadap wanita yang sedang digambarkan, maka hatinya tergantung dengannya (menerawang membayangkannya) sehingga ia jatuh kedalam fitnah. Terkadang yang menceritakan itu adalah istrinya -sebagaimana dalam hadits dia atas- maka bisa jadi hal itu mengantarkan pada perceraiannya. Menceritakan kebagusan wanita lain kepada suami mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak terpuji akibatnya.
Sumber
: http://abuzuhriy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar